pembelajaran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya pendidikan merupakan
suatu usaha sadar yang dilakukan dengan proses mendidik, yakni proses dalam
rangka mempengaruhi peserta didik agar mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin
dalam lingkungannya sehingga akan menimbulkan perubahan dalam dirinya, yang
dilakukan dalam bentuk pembimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan. Dimana setiap orang berhak mendapatkan
pendidikan yang layak. Jadi pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang tidak
bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam proses pendidikan, belajar
merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan. Dimana belajar merupakan
suatu proses perubahan perilaku dan pola pikir yang dialami oleh seseorang,
misalnya dari sesuatu hal yang tidak bisa menjadi bisa,dari tidak tau menjadi
tau. Selama proses belajar manusia pasti tak luput dari kesalahan. Untuk itu
perlu adanya teori-teori belajar yang tepat yang diterapkan dalam proses
pembelajaran agar tujuan pembelajaran yang diinginkan bisa tercapai dengan
maksimal.
Teori – teori pembelajaran berpedoman pada
prinsip-prinsip pembelajaran yang dihasilkan daripada kajian-kajian ahli
psikologi pendidikan. Teori ini merupakan azas kepada para pendidik agar dapat
memahami tentang cara pelajar belajar. Selain itu, dengan adanya pengetahuan
yang menyeluruh tentang teori ini pendidik diharapkan agar dapat menghubungkan
prinsip dan hukum pembelajaran dengan kaedah dan teknik yang akan digunakan.
Berdasarkan pemaparan diatas, dalam makalah
ini penulis akan membahas mengenai “Teori Belajar Kognitif dalam Pembelajaran”.
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses
belajar yang terjadi dalam akal pikiran manusia atau gagasan manusia bahwa
bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dalam konteks situasi secara
keseluruhan. Jadi belajar melibatkan proses berfikir yang kompleks dan
mementingkan proses
1.2 Rumusan Masalah
1.
apakah pengertian teori belajar Kognitif ?
2.
apakah pengertian teori belajar Gestalt ?
3.
apakah pengertian teori belajar Konstruktif ?
4.
apakah kelebihan dan kelemahan dari teori belajar tersebut ?
1.3 Tujuan
1.
untuk mengetahui perbedaan teori belajar kognitif, teori belajar gestalt, dan teori belajar konstruktif.
2. untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan
teori belajar kognitif, teori belajar gestalt, dan teori belajar
konstruktif.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat
atau nilai yang terkandung dalam makalah ini yaitu ( khususnya bagi mahasiswa )
agar mahasiswa lebih mengetahui serta lebih memahami apa itu perbedaan dari
teori belajar kognitif, teori belajar gestalt, teori belajar konstruktif baik
itu pengertian, penguraian serta kelebihan dan kelemahan dari teori belajar
tersebut.
1.5 Metode Penulisan
Dalam
penusunan makalah ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut :
1. Metode Pustaka
Penulisan mencari sumber dari buku-buku yang berhubungan
atau berkaitan dengan topik yang dibahas.
2. Metode Browsing
Penulis memperoleh data-data yang berhubungan dengan pokok bahasan dengan
mencari serching di internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
TEORI BELAJAR KOGNITIF
2.1.1 Pengertian Teori Belajar Kognitif
Istilah kognitif sendiri walau banyak
dipopulerkan oleh Piaget dengan teori perkembangan kognitifnya, sebenarnya
telah dikembangkan oleh Wilhelm Wundt (Bapak Psikologi). Menurut Wundt kognitif adalah sebuah proses aktif dan kreatif yang
bertujuan membangun struktur melalui pengalaman-pengalaman.[1]
Teori belajar kognitif lebih mementingkan
proses belajar daripada hasil belajarnya. Model belajar kognitif mengatakan
bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan
perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai
tingkah laku yang nampak. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu
proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi,
dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan
proses berfikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain
mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur
kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan
pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.[2]
Berikut ini beberapa pandangan ahli
tentang teori kognitif :
1.
Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Piaget adalah seorang tokoh
psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran para
pakar kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu
proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis
perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka
makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya.
Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis
dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan
kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Piaget tidak melihat perkembangan
kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia
menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak berbeda usia akan
berbeda pula secara kualitatif.[3]
Menurut Piaget, setiap anak
mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahapan yang teratur. Proses
berfikir anak merupakan suatu aktivitas gradual, tahap demi tahap dari fungsi
intelektual, dari konkret menuju abstrak.[4]
Secara garis besar skema yang
digunakan anak untuk memahami dunianya dibagi dalam empat periode utama atau
tahapan-tahapan sebagai berikut[5] :
1)
Tahap Sensori Motor (berlangsung sejak lahir sampai sekitar usia 2
tahun).
Anak mulai
memahami bahwa perilaku tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya.
Kemampuan yang dimiliki anak-anak antara lain :
a)
Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek
di sekitarnya;
b)
Suka memperhatikan sesuatu lebih lama;
c)
Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
2)
Tahap Pra-Operasional (sekitar usia 2 – 7 tahun)
Saat ini
kecenderungan anak untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya tentang
realitas sangatlah menonjol. Anak pun mampu mengingat banyak hal tentang
lingkungannya. Intelektual anak dibatasi oleh egosentrisnya. Akibatnya sering
terjadi kesalahan dalam memahami objek. Berikut adalah karakteristiknya :
a)
Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal
dan mencolok
b)
Tidak mampu memusatkan perhatian kepada objek-objek yang berbeda.
c)
Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat
menjelaskan perbedaan antarderetan.
3)
Tahap Operasional Konkret (berlangsung sekitar 7 – 11 tahun)
Pikiran logis
anak mulai berkembang. Anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkret,
juga sudah menguasai pembelajaran penting, yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh
pancaindera seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa harus
mempengaruhi, misalnya kuantitas objek yang bersangkutan. Anak seringkali dapat
mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui jika membuat
kesalahan. Sesungguhnya anak telah dapat melakukan klasifikasi, pengelompokan
dan pengaturan masalah (ordering problems) tetapi ia belum sepenuhnya menyadari
adanya prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya.
4)
Tahap Operasional Formal (mulai usia 11 tahun dan seterusnya)
Sejak tahap ini
anak sudah mampu berfikir abstrak, yaitu berfikir mengenai ide, mereka sudah
mampu memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka sudah dapat
mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Mereka
telah mampu menyusun hipotesis serta membuat kaidah mengenai hal-hal yang
bersifat abstrak. Dengan kata lain, model berpikir ilmiah hipotetiko-deduktif dan induktif
sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan,
menafsirkan, dan mengembangkan hipotesis. Sehingga pada tahap ini anak sudah
dapat bekerja secara efektif dan sistematis, secara proporsional, serta menarik
generalisasi secara mendasar.
2.
Teori discovery learning dar Jerome S. Bruder
Menurut Bruder seiring dengan
terjadinya pertumbuhan kognitif, para pembelajar harus melalui 3 tahapan
pembelajaran. Tiga tahapan perkembangan intelektual itu menurut Bruder meliputi
:[6]
1)
Enaktif (enactive),
seseorang belajar tentang dunia melalui respon atau aksi-aksi terhadap suatu
objek.
2)
Ikonik (iconic),
pembelajaran terjadi melalui penggunaan model-model dan gambar-gambar dan visualisasi verbal.
3)
Simbolik, siswa sudah mampu menggambarkan kapasitas berpikir dalam
istilah-istilah yang abstrak
2.1.2 Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kognitif
Setiap teori belajar tidak akan pernah sempurna, demikian pula dengan teori
belajar kognitif. Di samping memiliki kelebihan – kelebihannya ada pula
kelemahan – kelemahannya. Berikut adalah beberapa kelebihan dan kelemahan teori
kognitif antara lain:
1. Kelebihan Teori
Belajar Kognitif
a. Menjadikan siswa
lebih kreatif dan mandiri.
Dengan teori belajar kognitif siswa dituntut untuk lebih kreatif karena
mereka tidak hanya merespon dan menerima rangsangan saja, tapi memproses
informasi yang diperoleh dan berfikir untuk dapat menemukan ide-ide dan
mengembangkan pengetahuan. Sedangkan membuat siswa lebih mandiri contohnya pada
saat siswa mengerjakan soal siswa bisa mengerjakan sendiri karena pada saat
belajar siswa menggunakan fikiranya sendiri untuk mengasah daya ingatnya, tanpa
bergantung dengan orang lain dengan.
b. Membantu siswa
memahami bahan belajar secara lebih mudah
Teori belajar kognitif membantu
siswa memahami bahan ajar lebih mudah karena siswa sebagai peserta didik
merupakan peserta aktif didalam proses pembelajaran yang berpusat pada cara
peserta didik mengingat, memperoleh kembali dan menyimpan informasi dalam
ingatannya. Serta Menekankan pada
pola pikir peserta didik sehingga bahan ajar yang ada lebih mudah dipahami.
2.
Kelemahan Teori Belajar kognitif
a. Teori tidak menyeluruh
untuk semua tingkat pendidikan.
b. Sulit di praktikkan
khususnya di tingkat lanjut.
c. Beberapa prinsip
seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.
2.2 TEORI BELAJAR GESTALT
Menurut teori pembelajaran ini pengertian
pembelajaran adalah usaha guru memberikan materi pembelajaran sedimikian rupa,
sehingga siswa lebih mudah mengorganisasikannya menjadi suatu yang bermakna. Bantuan guru diperlukan untuk mengaktualkan potensi mengorganisis
yang terdapat pada diri siswa.[7]
Gestalt berasal dari bahasa Jerman
yang padanan artinya bentuk atau konfigurasi. Dalam dunia Psikologi gestalt
dimaknai sebagai kesatuan atau keseluruhan yang bermakna (a unified or meaningful whole). Pokok pandangan Gestalt adalah
bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan
yang terorganisasi. Peletak dasar teori Gestalt adalah Marx Wertheimer yang
meneliti tentang pengamatan terhadap apa yang sering kita alami, tetapi bukan
merupakan bagian dari sensasi kita yang sederhana. Gagasan pokok dari teori
Gestalt yaitu pengelompokkan (grouping).
Pentingnya grouping dijelaskan melalui hukum gestalt:[8]
1)
Proximity, kedekatan, objek yang berdekatan satu sama lain cenderung
mengelompok;
2)
Symmetry, simetri, atau similarity, kesamaan,
makin mirip suatu objek makin cenderung mereka mengelompok.
3)
Good continuation, berkesinambungan, objek yang membentuk garis sambung cenderung
mengelompok.
Menurut pandangan ahli teori Gestalt
semua kegiatan belajar menggunakan pemahaman tentang adanya hubungan-hubungan,
terutama hubungan antara bagian terhadap keseluruhan. Tingkat kejelasan dan
kemaknaan terhadap apa yang diamati dalam situasi belajar akan lebih
meningkatkan kemampuan belajar seseorang daripada melalui hukuman atau
ganjaran.[9]
2.3. TEORI BELAJAR KONSTRUKTIF
Konstruktivisme adalah sebuah filosofi
pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita
membangun, mengkonstruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita
hidup. Konstruktivisme melandasi pemikirannya bahwa pengetahuan bukanlah
sesuatu yang given dari alam karena
hasil kontak manusia dengan alam, tetapi pengetahuan merupakan hasil konstruksi
(bentukan) aktif manusia itu sendiri. Pengetahuan
bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan bukanlah gambaran
dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu
konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Ia membentuk skema,
kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan [10]
Menurut para penganut konstruktif,
pengetahuan dibina secara aktif oleh seseorang yang berfikir. Seseorang tidak
akan menyerap pengetahuan dengan pasif. Untuk membangun suatu pengetahuan baru,
peserta didik akan menyesuaikan informasi baru atau pengalaman yang disampaikan
guru dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimilikinya melalui
berintekrasi sosial dengan peserta didik lain atau dengan gurunya.[11]
Asumsi-asumsi dasar dari konstruktivisme[12] :
1)
Pengetahuan dikonstruksikan melalui pengalaman
2)
Belajar adalah penafsiran personal tentang dunia nyata
3)
Belajar adalah sebuah proses aktif di mana makna dikembangkan
berlandaskan pengalaman
4)
Pertumbuhan konseptual berasal dari negosiasi makan, saling berbagi
tentang perspektif ganda dan pengubahan representasi mental melalui
pembelajaran kolaboratif
5)
Belajar dapat dilakukan dalam setting nyata, ujian dapat
diintegrasikan dengan tugas-tugas dan tidak merupakan aktivitas yang terpisah
(penilaian autentik).
Dalam hal ini, hakikat pembelajaran
menurut teori Konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang
mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru,
pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu, proses
pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu
mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya menjadi pengetahuan yang bermakna.
Jadi, dalam konstruktivisme ini sangat penting peran siswa untuk membangun
constructive habits of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir, maka
dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar. Teori belajar yang mencerminkan siswa
memiliki kebebasan artinya siswa dapat memanfaatkan teknik belajar apa pun asal
tujuan belajar dapat tercapai.[13]
2.3.1 Kelebihan dan Kekurangan Konstruktifisme
1. Kelebihan
Murid berfikir untuk
menyelesaikan masalah dan membuat keputusan. Faham kerana murid terlibat secara
langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh
mengapliksikannya dalam semua situasi. Selian itu murid terlibat secara
langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
Kemahiran sosial
diperoleh apabila berinteraksi dengan rekan dan guru dalam membina pengetahuan
baru, Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggungjawab siswa itu
sendiri, mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari
sendiri pertanyaannya, membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan
pemahaman konsep secara lengkap, mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir
yang mandiri, dan lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
2. Kelemahan
Dalam bahasan
kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya
dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung;
siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya
2.4 Analisis
Teori belajar kognitif
Menurut
saya teori belajar kognitif itu sangat baik untuk diterapkan di setiap sekolah
apalagi di indonesia, karena teori kognitif ini lebih mementingkan proses
belajar dari pada hasil belajarnya. Dimana Model belajar kognitif ini mengatakan
bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan
perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai
tingkah laku yang nampak. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu
proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi,
dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan
proses berfikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain
mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengavn
struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang
berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Maka dari itu teori kogniitif ini sangatlah
bagus apabila teori ini diterapkan di setiap sekolah mana saja terutama di
indonesia dimana dalam teori kognitif
ini lebih mementingkan proses belajarnya dibandigkan dengan hasil belajarnya
karena hasil belajar belum tentu murni dari pemikiran peserta didik tersebut
dibandingkan dengan proses belajarnya yaitu pendidik bisa melihat langsung
proses belajar siswanya dimana peserta didik dalam proses belajar mereka itu
usaha dan terus berusaha untuk mencari pegetahuan sesuai pengalaman peserta
didik tersebut dan proses belajar itu lebih murni dari pada hasil belajarnya
dikarenakan dalam proses belajar itu usaha asli dari dalam diri siswa tersebut
untuk berusaha dalam kemampuannya.
Teori belajar Gestalt
Menurut
saya teori belajar Gestalt itu sangat baik untuk diterapkan di setiap sekolah
karena teori Gestalt ini belajar secara keseluruhan dimana guru dalam
menyampaikan materi itu secara keseluruhan tidak sepotong-potong sehingga
peserta didik mudah memahami materi yang diberikan oleh seorang pendidik. Suatu
konsep yang penting dalam psikologi Gestalt adalah tentang “insight” yaitu
pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar
bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan
potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan
yang utuh. Guru memberikan suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung
persoalan-persoalan, dimana anak harus berusaha menemukan hubungan antar
bagian, memperoleh insight agar ia dapat memahamii keseluruhan situasi atau
bahan ajaran tersebut. Dan Menurut teori
Gestalt ini pengamatan manusia pada awalnya bersifat global terhadap
objek-objek yang dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan,
baru kemudian berproses kepada bagian-bagian. Pengamatan artinya proses
menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui
indera-indera seperti mata dan telinga. Kemudian Teori Belajar Gestalt
ini juga berlaku untuk semua aspek pembelajaran manusia, meskipun berlaku
paling langsung ke persepsi dan pemecahan masalah dan teori gestalt ini sangat
mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang telah disampaikan oleh
pendidik.
Teori belajar Kontrukvisme
Menurut saya teori ini cocok untuk diterapkan dalam
sekolah mana saja karena dengan teori ini siswa dapat aktif dan lebih menambah
wawasan mereka dalam pengetahuan belajarnya dan dalam teori belajar ini guru
hanya sebagai arahan saja . Hakikat pembelajaran menurut teori Konstruktivisme
adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan
proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru
berdasarkan data. Oleh karena
itu, proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga
mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya menjadi pengetahuan yang
bermakna. Jadi, dalam konstruktivisme ini sangat penting peran siswa untuk
membangun constructive habits of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir,
maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar. Teori belajar ini teori yang mencerminkan siswa memiliki kebebasan artinya siswa dapat
memanfaatkan teknik belajar apa pun asal tujuan belajar dapat tercapai. Dalam wawasan ini, siswalah yang mempunyai peranan penting dalam belajar,
sedangkan guru secara fleksibel menempatkan diri sebagaimana diperlukan oleh
siswa dalam proses memahami dunianya. Pada suatu saat guru memberi contoh, atau
model bagi siswanya, dan pada saat yang lain guru membangunkan rasa ingin tahu
dan keinginan anak untuk mempelajari sesuatu yang baru. Pada saat tertentu guru
membiarkan anak mengeksplorasi dan bereksperimen sendiri dengan lingkungannya,
guru cukup memberi semangat dan arahan saja.
2.5 Soal Dan Jawaban
1.
Bagaimana penerapan teori kontrukvisme dalam pondok pesantren ?
Jawaban :
Dalam pondok
pesantren teori pembelajarannya itu mempunyai ,metode tersendiri namun jika teori belajar kontrukvisme
diterapkan dalam pondok pesantren bias juga .yaitu dimana seorang guru
membentuk sebuah system belajar dengan membentuk kelompok belajar kecil untuk
bermusyawarah atau berdiskusi. Jadi
teori kontrukvisme juga diterapkan di pondok pesantren namun teori tsb
diterapkan sesuai dengan kemauan system kegiatan belajar di pondok pesantren .
2.
Bagaimana cara membuat anak untuk dapat aktif dalam belajar Dalam
kelas ?
Jawaban :
Yaitu bisa
dengan cara membentuk kelompok kecil dalam belajar , hal tersebut dapat
menumbuhkan keaktifan belajar seorang siswa karena belajar bersama dengan teman
sebaya akan bisa memberikan kebebasan bagi seorang murid untuk mengeluarkan
segala pendapat dan pengetahuannya tanpa ada rasa malu yang mengganjal karena
mereka belajar dengan teman sebaya, mungkin guru juga menyiapkan metode
permainan dalam kegiatan belajar mengajar .dan menyiapkan reward dalam
permainan itu untuk menarik keaktifan siswa.
3.
Bagaimna cara menanggapi pemikiran seorang wali murid
tentang teori kontrukvisme itu merugikan mereka dengan alas an mereka sudah
membayar mahal2 biaya sekolah anaknya namun dalam pembelajaran kontrukvisme itu
mereka berfikir bahwa seorang
guru hanyaenak-enakan saja sedangkan siswanya bekerja keras . karena teori
kontrukvisme lebih menekankan keaktifan seorang siswa ?
Jawaban :
Jadi sebelum
proses belajar mengajar dilaksanakan Sebelumnya
kita sosialisasikan kepada wali murid tentang teori kontrukvisme yang lenih
menekankan murid bukan berarti seorang guru hanya enak-enakan
saja , dimana dalam teori kontrukvisme seorang guru itu berperan
sebagai fasilitator dan moderator yang dimana seorang guru harus berfikir keras
bagaimana cara guru untk bisa mengendalikan kelas , bisa membuat semua siswa
aktif dalam belajar dan murid bisa belajar tanpa ada rasa beban yaitu dengan
santai dan senang (kerasan dalam bahasa jawanya). Itu berarti seorang guru
tidak enak2an dalam mengajar namun justru bekerja keras bagaimana agar peserta
didiknya bisa aktif dalam belajar.
4.
Apa perbedaan teori kontrukvisme antara jean piaget dan vygotsky
dari segi pendekatannya ?
Jawaban :
Perbedaan
antara jean peaget dalam pendekatan teori
kontrukvisme terletak pada seorang guru dan murid yaitu, jean piaget
mengatakan bahwa murid mengkonstruksi pengetahuan dengan menstranformasikan,
mengorganisasikan, mengorganisasikan pengetahuan dan informasi sebelumnya . dan
seorang guru seharusnya memberikan dukungan bagi murid untuk mengeksplorasi dan
mengembangkan pemahaman murid. Sedangkan
menurut vygotsky mengatakan bahwa seorang murid mengkonsumsi pengetahuan
melalui interaksi social dengan orang lain. Isi pengetahuan dari tersebut
dipengaruhi oleh lingkungan dan kebiasaaan mereka . dan seorang guru harus
banyak menciptakan kesempatan bagi murid untuk belajar dengn guru dan teman
sebaya dalam mengkontruksi pengetahuan bersama.
5.
Bagaimana cara untuk mendorong
kemauan atau semangat belajar peserta didik ?
Jawaban :
Dengan cara memberikan motivasi atau dorongan dimana prilaku manusia yang berasal dari kekuatan mental umum,
insting, dorongan, kebutuhan, proses kognitif, dan interaksi. Motivasi adalah faktor
yang dapat, mendorong setiap individu untuk berprilaku. Motivasi muncul karena
adanya daya tarik tertentu. Misalnya, nilai merupakan sesuatu yang dapat
menjadi daya tarik seseorang (motivator) akan tetapi, untuk mendapatkan nilai
yang baik itu misalnya belajar dengan giat, melaksanakan setiap tugas,
merupakan hal yang tidak menarik. Oleh karena itu sering untuk mengejar daya
tarik itu seseorang melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan, misalnya
menyontek, menjiplak tugas dan sebagainya. Untuk menghindari hal tersebut
diperlukan pengawasan yang memadai. Itulah sebabnya selain diperlukan paktor
pendorong melalui hadiah juga diperlukan hukuman terutama apabila terjadi
gejala-gejala prilaku yang tidak sesuai. Di samping hal tersebut di atas motivasi juga bisa muncul karena
pengalaman yang menyenangkan, misalnya pengalaman kesuksesan. Seseorang yang
mengalami keberhasilan mencapai sukses seperti berhasil meraih angka tertinggi
dari suatu tes, maka yang bersangkutan akan termotivasi untuk melakukan
tindakan lebih bagus, ia akan lebih senang, gembira, dan merasa puas. Sebaliknya,
seseorang yang gagal meraih sukses akan merasah sedih, malu, tidak mersa puas,
yang pada gilirannya akan melemahkan motivasi mereka untuk bertindak lebih
lanjut.
6.
Seberapa kuatkah Pandangan teori
gestalt terhadap pembelajaran ?
Jawaban :
Pandangan teori gestalt terhadap proses
pemebelajaran sangat kuat. Karena Teori kognitif
dan gestalt lebih menekankan pada proses mental (proses pemikiran) yang melatar
belakangi kegiatan atau aktivitas belajar. Sudut pandang ini didasarkan atas
aliran strukturalisme dan aspek neurologi sebagai latar belakang pembentukan
teorinya. Kedua teori ini menekankan pada proses sensasi dan persepsi yang
melatar belakangi belajar.
Dalam pembelajaran yang melibatkan proses
persepsi dan memori, individu membangun suatu proses konstruktif. Berpikir
merupakan proses kognitif yang dilakukan untuk memecahkan suatu permasalahan.
Teori belajar kognitif menjelaskan bahwa pemecahan masalah melibatkan tiga
tahapan utama yang meliputi persiapan untuk menemukan solusi, memroduksi solusi
dan melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.
Pemahaman atas proses kognitif dalam belajar
serta unsur-unsur yang berpengaruh akan membuka suatu wawasan untuk mendapatkan
keterampilan “belajar tentang proses berpikir” atau “berpikir mengenai proses
belajar”. Kajian belajar kognitif akan makin meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan tentu saja wawasan dalam memandang suatu fenomena,
menganalisis suatu masalah, juga meluaskan sudut padang dunia. Jadi, pandangan teori gestalt sangatlah kuat dalam proses pembelajaran. dan dapat disimpulkan pandangan psikologi
gestalt bahwa seseorang memperoleh pengetahuan melalui sensasi atau informasi
dengan melihat strukturnya secara menyeluruh kemudian menyusunnya kembali dalam
struktur yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dipahami.
7.
faktor-faktor Apa saja yang menunjang
psikologi kognitif sehingga banyak digunakan sampai saat ini ?
Jawaban :
Faktor-faktor
yang menunjang peranan psikologis kognitif masih bertahan adalah terbatasnya
penjelasan mengenai aktivitas manusia, adanya pandangan tentang individu
sebagai manusia belajar yang aktif, sosial dan bersifat selalu ingin tahu, dan
adanya pandangan bahwa perubahan tingkah laku merupakan interaksi orang dan
situasi.
8. Kesulitan apa saja yang
dihadapi seorang
pendidik pada saat proses belajar mengajar itu dimulai ?
Jawaban :
Beberapa ciri tingkah laku kesulitan belajar: Menunjukkan hasil belajar yang rendah, Hasil
yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan, Lambat dalam melakukan
tugas-tugas kegiatan belajar,
Menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, suka
menentang, dusta, Menunjukkan tingkah laku yang berlainan, seperti suka
membolos, tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR), Menunjukkan
gejala emosional yang kurang wajar, seperti perenung, rendah diri, sedih,
menyesal, pemarah, mudah tersinggung, dan sebagainya.
Tiap siswa tentu memiliki keinginan supaya
dalam belajar dapat berhasil sebaik-baiknya. Tidak ada yang mengharapkan
kegagalan dalam belajar. Kegagalan akan menimbulkan kekecewaan, malas belajar,
rendah diri atau bahkan mungkin dapat mempengaruhi jiwanya. Demikian juga
harapan pendidik dan pengajar menghendaki siswanya berhasil belajar dengan baik
tanpa mengalami hambatan.
BAB III
KESIMPULAN
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada
hasil belajarnya. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku
seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan
pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak. Menurut teori pembelajaran Gestalt pengertian
pembelajaran adalah usaha guru memberikan materi pembelajaran sedimikian rupa,
sehingga siswa lebih mudah mengorganisasikannya menjadi suatu yang bermakna. Bantuan guru diperlukan untuk mengaktualkan potensi mengorganisis
yang terdapat pada diri siswa. Belajar, menurut
Gestaltis adalah fenomena kognitif. Organisme “mulai melihat” solusi setelah
memikirkan problem. Pembelajaran memikirkan semua unsur yang dibutuhkan untuk
memecahkan problem dan menempatkannya bersama (secara kognitif) dalam satu cara
dan kemudian ke cara-cara lainnya sampai problem terpecahkan. Ketika solusi
muncul, organisme mendapatkan wawasan (insight) tentang solusi problem. Problem
dapat eksis hanya dalam dua keadaan : terpecahkan atau tak terpecahkan. Tidak
ada keadaan solusi parsial di antara dua keadaan itu.
Teori
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran
yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar
sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon,
kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau
menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa
yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan
pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan
menjadi lebih dinamis. Dalam wawasan ini,
sebenarnya siswalah yang mempunyai peranan penting dalam belajar, sedangkan
guru secara fleksibel menempatkan diri sebagaimana diperlukan oleh siswa dalam
proses memahami dunianya.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Prof. Dr.
Suyono, M.pd., Drs. Hariyanto, M.S., Belajar
Dan Pembelajaran. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 73
Ø DR. C. Asri
Budiningsih, Belajar Dan Pembelajaran, (Jakarta
: Rineka Cipta, 2012), hlm. 34
Ø Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran;
Filosofi Teori dan Aplikasi, (Bandung: Pakar Raya, 2004), h. 53.
Ø Ibid. hlm. 83-85
Ø Sukardjo & Ukim Komaruddin, Landasan
Pendidikan; Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h.
55-56.
Ø Baharuddin dan Esa Nur
Wahyuni. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Ar – Ruzz Media
Ø Dahar, Ratna Wilis.
1988. Teori – Teori Belajar. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
[1] Prof. Dr. Suyono, M.pd., Drs. Hariyanto, M.S., Belajar Dan Pembelajaran. (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 73
[2] DR. C. Asri Budiningsih, Belajar
Dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), hlm. 34
[3] Ibid.
hlm. 35
[4] Prof. Dr.
Suyono, M.pd., Drs. Hariyanto, M.S., Belajar
Dan Pembelajaran. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 83
[5] Ibid.
hlm. 83-85
[6] Ibid.
hlm. 89
[7]
http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2010/04/perspektif-pembelajaran-menurut-teori.html
diakses hari sabtu 25 Mei 2013
pukul 12:39 WIB
[8] Prof. Dr. Suyono, M.pd., Drs. Hariyanto, M.S., Belajar Dan Pembelajaran. (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 79-80
[9] Ibid
[11] Ella
Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi Teori dan Aplikasi, (Bandung:
Pakar Raya, 2004), h. 53.
[12] Prof. Dr. Suyono, M.pd., Drs.
Hariyanto, M.S., Belajar Dan
Pembelajaran. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 106
[13] Sukardjo
& Ukim Komaruddin, Landasan Pendidikan; Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2009), h. 55-56.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda