Kamis, 08 Mei 2014

pembelajaran


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan dengan proses mendidik, yakni proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik agar mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dalam lingkungannya sehingga akan menimbulkan perubahan dalam dirinya, yang dilakukan dalam bentuk pembimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan. Dimana setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Jadi pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam proses pendidikan, belajar merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan. Dimana belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku dan pola pikir yang dialami oleh seseorang, misalnya dari sesuatu hal yang tidak bisa menjadi bisa,dari tidak tau menjadi tau. Selama proses belajar manusia pasti tak luput dari kesalahan. Untuk itu perlu adanya teori-teori belajar yang tepat yang diterapkan dalam proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran yang diinginkan bisa tercapai dengan maksimal.
            Teori – teori pembelajaran berpedoman pada prinsip-prinsip pembelajaran yang dihasilkan daripada kajian-kajian ahli psikologi pendidikan. Teori ini merupakan azas kepada para pendidik agar dapat memahami tentang cara pelajar belajar. Selain itu, dengan adanya pengetahuan yang menyeluruh tentang teori ini pendidik diharapkan agar dapat menghubungkan prinsip dan hukum pembelajaran dengan kaedah dan teknik yang akan digunakan.
            Berdasarkan pemaparan diatas, dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai “Teori Belajar Kognitif dalam Pembelajaran”. Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses belajar yang terjadi dalam akal pikiran manusia atau gagasan manusia bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dalam konteks situasi secara keseluruhan. Jadi belajar melibatkan proses berfikir yang kompleks dan mementingkan proses

1.2 Rumusan Masalah
            1. apakah pengertian teori belajar Kognitif ?
            2. apakah pengertian teori belajar Gestalt ?
            3. apakah pengertian teori belajar Konstruktif ?
            4. apakah kelebihan dan kelemahan dari teori belajar tersebut ?

1.3 Tujuan
            1. untuk mengetahui perbedaan teori belajar kognitif, teori belajar gestalt,    dan teori belajar konstruktif.
            2.  untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan teori belajar kognitif, teori belajar gestalt, dan teori belajar konstruktif.

1.4 Manfaat Penulisan
            Manfaat atau nilai yang terkandung dalam makalah ini yaitu ( khususnya bagi mahasiswa ) agar mahasiswa lebih mengetahui serta lebih memahami apa itu perbedaan dari teori belajar kognitif, teori belajar gestalt, teori belajar konstruktif baik itu pengertian, penguraian serta kelebihan dan kelemahan dari teori belajar tersebut.


1.5 Metode Penulisan
            Dalam penusunan makalah ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut :
1.      Metode Pustaka
Penulisan mencari sumber dari buku-buku yang berhubungan atau berkaitan dengan topik yang dibahas.
2.      Metode Browsing
Penulis memperoleh data-data yang berhubungan dengan pokok bahasan dengan mencari serching di internet.














BAB II
PEMBAHASAN

2.1 TEORI BELAJAR KOGNITIF
2.1.1 Pengertian Teori Belajar Kognitif
Istilah kognitif sendiri walau banyak dipopulerkan oleh Piaget dengan teori perkembangan kognitifnya, sebenarnya telah dikembangkan oleh Wilhelm Wundt (Bapak Psikologi). Menurut Wundt kognitif adalah sebuah proses aktif dan kreatif yang bertujuan membangun struktur melalui pengalaman-pengalaman.[1]
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.[2]
Berikut ini beberapa pandangan ahli tentang teori kognitif :
1.      Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.[3]
Menurut Piaget, setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahapan yang teratur. Proses berfikir anak merupakan suatu aktivitas gradual, tahap demi tahap dari fungsi intelektual, dari konkret menuju abstrak.[4]
Secara garis besar skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya dibagi dalam empat periode utama atau tahapan-tahapan sebagai berikut[5] :
1)      Tahap Sensori Motor (berlangsung sejak lahir sampai sekitar usia 2 tahun).
Anak mulai memahami bahwa perilaku tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. Kemampuan yang dimiliki anak-anak antara lain :
a)      Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di sekitarnya;
b)      Suka memperhatikan sesuatu lebih lama;
c)      Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.

2)      Tahap Pra-Operasional (sekitar usia 2 – 7 tahun)
Saat ini kecenderungan anak untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya tentang realitas sangatlah menonjol. Anak pun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelektual anak dibatasi oleh egosentrisnya. Akibatnya sering terjadi kesalahan dalam memahami objek. Berikut adalah karakteristiknya :
a)      Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok
b)      Tidak mampu memusatkan perhatian kepada objek-objek yang berbeda.
c)      Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan antarderetan.
3)      Tahap Operasional Konkret (berlangsung sekitar 7 – 11 tahun)
Pikiran logis anak mulai berkembang. Anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkret, juga sudah menguasai pembelajaran penting, yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh pancaindera seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa harus mempengaruhi, misalnya kuantitas objek yang bersangkutan. Anak seringkali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui jika membuat kesalahan. Sesungguhnya anak telah dapat melakukan klasifikasi, pengelompokan dan pengaturan masalah (ordering problems) tetapi ia belum sepenuhnya menyadari adanya prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya.
4)      Tahap Operasional Formal (mulai usia 11 tahun dan seterusnya)
Sejak tahap ini anak sudah mampu berfikir abstrak, yaitu berfikir mengenai ide, mereka sudah mampu memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka sudah dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Mereka telah mampu menyusun hipotesis serta membuat kaidah mengenai hal-hal yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, model berpikir ilmiah hipotetiko-deduktif dan induktif sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan, dan mengembangkan hipotesis. Sehingga pada tahap ini anak sudah dapat bekerja secara efektif dan sistematis, secara proporsional, serta menarik generalisasi secara mendasar.
2.      Teori discovery learning dar Jerome S. Bruder
Menurut Bruder seiring dengan terjadinya pertumbuhan kognitif, para pembelajar harus melalui 3 tahapan pembelajaran. Tiga tahapan perkembangan intelektual itu menurut Bruder meliputi :[6]
1)      Enaktif (enactive), seseorang belajar tentang dunia melalui respon atau aksi-aksi terhadap suatu objek.
2)      Ikonik (iconic), pembelajaran terjadi melalui penggunaan model-model dan gambar-gambar dan visualisasi verbal.
3)      Simbolik, siswa sudah mampu menggambarkan kapasitas berpikir dalam istilah-istilah yang abstrak

            2.1.2 Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kognitif

            Setiap teori belajar tidak akan pernah sempurna, demikian pula dengan teori belajar kognitif. Di samping memiliki kelebihan – kelebihannya ada pula kelemahan – kelemahannya. Berikut adalah beberapa kelebihan dan kelemahan teori kognitif antara lain:
1. Kelebihan Teori Belajar Kognitif
a. Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.

            Dengan teori belajar kognitif siswa dituntut untuk lebih kreatif karena mereka tidak hanya merespon dan menerima rangsangan saja, tapi memproses informasi yang diperoleh dan berfikir untuk dapat menemukan ide-ide dan mengembangkan pengetahuan. Sedangkan membuat siswa lebih mandiri contohnya pada saat siswa mengerjakan soal siswa bisa mengerjakan sendiri karena pada saat belajar siswa menggunakan fikiranya sendiri untuk mengasah daya ingatnya, tanpa bergantung dengan orang lain dengan.

b. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah

            Teori belajar kognitif membantu siswa memahami bahan ajar lebih mudah karena siswa sebagai peserta didik merupakan peserta aktif didalam proses pembelajaran yang berpusat pada cara peserta didik mengingat, memperoleh kembali dan menyimpan informasi dalam ingatannya. Serta Menekankan pada pola pikir peserta didik sehingga bahan ajar yang ada lebih mudah dipahami.

2. Kelemahan Teori Belajar kognitif

a. Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
b. Sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut.
c. Beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.

2.2 TEORI BELAJAR GESTALT
Menurut teori pembelajaran ini pengertian pembelajaran adalah usaha guru memberikan materi pembelajaran sedimikian rupa, sehingga siswa lebih mudah mengorganisasikannya menjadi suatu yang bermakna. Bantuan guru diperlukan untuk mengaktualkan potensi mengorganisis yang terdapat pada diri siswa.[7]
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang padanan artinya bentuk atau konfigurasi. Dalam dunia Psikologi gestalt dimaknai sebagai kesatuan atau keseluruhan yang bermakna (a unified or meaningful whole). Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasi. Peletak dasar teori Gestalt adalah Marx Wertheimer yang meneliti tentang pengamatan terhadap apa yang sering kita alami, tetapi bukan merupakan bagian dari sensasi kita yang sederhana. Gagasan pokok dari teori Gestalt yaitu pengelompokkan (grouping). Pentingnya grouping dijelaskan melalui hukum gestalt:[8]
1)      Proximity, kedekatan, objek yang berdekatan satu sama lain cenderung mengelompok;
2)      Symmetry, simetri, atau similarity, kesamaan, makin mirip suatu objek makin cenderung mereka mengelompok.
3)      Good continuation, berkesinambungan, objek yang membentuk garis sambung cenderung mengelompok.
Menurut pandangan ahli teori Gestalt semua kegiatan belajar menggunakan pemahaman tentang adanya hubungan-hubungan, terutama hubungan antara bagian terhadap keseluruhan. Tingkat kejelasan dan kemaknaan terhadap apa yang diamati dalam situasi belajar akan lebih meningkatkan kemampuan belajar seseorang daripada melalui hukuman atau ganjaran.[9]
2.3. TEORI BELAJAR KONSTRUKTIF
Konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup. Konstruktivisme melandasi pemikirannya bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang given dari alam karena hasil kontak manusia dengan alam, tetapi pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan) aktif manusia itu sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Ia membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan [10]
Menurut para penganut konstruktif, pengetahuan dibina secara aktif oleh seseorang yang berfikir. Seseorang tidak akan menyerap pengetahuan dengan pasif. Untuk membangun suatu pengetahuan baru, peserta didik akan menyesuaikan informasi baru atau pengalaman yang disampaikan guru dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimilikinya melalui berintekrasi sosial dengan peserta didik lain atau dengan gurunya.[11]
Asumsi-asumsi dasar dari konstruktivisme[12] :
1)      Pengetahuan dikonstruksikan melalui pengalaman
2)      Belajar adalah penafsiran personal tentang dunia nyata
3)      Belajar adalah sebuah proses aktif di mana makna dikembangkan berlandaskan pengalaman
4)      Pertumbuhan konseptual berasal dari negosiasi makan, saling berbagi tentang perspektif ganda dan pengubahan representasi mental melalui pembelajaran kolaboratif
5)      Belajar dapat dilakukan dalam setting nyata, ujian dapat diintegrasikan dengan tugas-tugas dan tidak merupakan aktivitas yang terpisah (penilaian autentik).
Dalam hal ini, hakikat pembelajaran menurut teori Konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam konstruktivisme ini sangat penting peran siswa untuk membangun constructive habits of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir, maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar. Teori belajar yang mencerminkan siswa memiliki kebebasan artinya siswa dapat memanfaatkan teknik belajar apa pun asal tujuan belajar dapat tercapai.[13]
            2.3.1 Kelebihan dan Kekurangan Konstruktifisme

1. Kelebihan
Murid berfikir untuk menyelesaikan masalah dan membuat keputusan. Faham kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi. Selian itu murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
Kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi dengan rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru, Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggungjawab siswa itu sendiri, mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya, membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap, mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri, dan lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
2. Kelemahan
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung; siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya
2.4 Analisis
Teori belajar kognitif
            Menurut saya teori belajar kognitif itu sangat baik untuk diterapkan di setiap sekolah apalagi di indonesia, karena teori kognitif ini lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Dimana Model belajar kognitif ini mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengavn struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Maka dari itu teori kogniitif ini sangatlah bagus apabila teori ini diterapkan di setiap sekolah mana saja terutama di indonesia  dimana dalam teori kognitif ini lebih mementingkan proses belajarnya dibandigkan dengan hasil belajarnya karena hasil belajar belum tentu murni dari pemikiran peserta didik tersebut dibandingkan dengan proses belajarnya yaitu pendidik bisa melihat langsung proses belajar siswanya dimana peserta didik dalam proses belajar mereka itu usaha dan terus berusaha untuk mencari pegetahuan sesuai pengalaman peserta didik tersebut dan proses belajar itu lebih murni dari pada hasil belajarnya dikarenakan dalam proses belajar itu usaha asli dari dalam diri siswa tersebut untuk berusaha dalam kemampuannya.
Teori belajar Gestalt
            Menurut saya teori belajar Gestalt itu sangat baik untuk diterapkan di setiap sekolah karena teori Gestalt ini belajar secara keseluruhan dimana guru dalam menyampaikan materi itu secara keseluruhan tidak sepotong-potong sehingga peserta didik mudah memahami materi yang diberikan oleh seorang pendidik. Suatu konsep yang penting dalam psikologi Gestalt adalah tentang “insight” yaitu pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh. Guru memberikan suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung persoalan-persoalan, dimana anak harus berusaha menemukan hubungan antar bagian, memperoleh insight agar ia dapat memahamii keseluruhan situasi atau bahan ajaran tersebut. Dan Menurut teori Gestalt ini pengamatan manusia pada awalnya bersifat global terhadap objek-objek yang dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian berproses kepada bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan telinga. Kemudian Teori Belajar Gestalt ini juga berlaku untuk semua aspek pembelajaran manusia, meskipun berlaku paling langsung ke persepsi dan pemecahan masalah dan teori gestalt ini sangat mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang telah disampaikan oleh pendidik.
Teori belajar Kontrukvisme
Menurut saya teori ini cocok untuk diterapkan dalam sekolah mana saja karena dengan teori ini siswa dapat aktif dan lebih menambah wawasan mereka dalam pengetahuan belajarnya dan dalam teori belajar ini guru hanya sebagai arahan saja . Hakikat pembelajaran menurut teori Konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam konstruktivisme ini sangat penting peran siswa untuk membangun constructive habits of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir, maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar. Teori belajar ini teori yang mencerminkan siswa memiliki kebebasan artinya siswa dapat memanfaatkan teknik belajar apa pun asal tujuan belajar dapat tercapai. Dalam wawasan ini, siswalah yang mempunyai peranan penting dalam belajar, sedangkan guru secara fleksibel menempatkan diri sebagaimana diperlukan oleh siswa dalam proses memahami dunianya. Pada suatu saat guru memberi contoh, atau model bagi siswanya, dan pada saat yang lain guru membangunkan rasa ingin tahu dan keinginan anak untuk mempelajari sesuatu yang baru. Pada saat tertentu guru membiarkan anak mengeksplorasi dan bereksperimen sendiri dengan lingkungannya, guru cukup memberi semangat dan arahan saja.














2.5 Soal Dan Jawaban
1.      Bagaimana penerapan teori kontrukvisme dalam pondok pesantren ?
Jawaban :
Dalam pondok pesantren teori pembelajarannya itu mempunyai ,metode tersendiri  namun jika teori belajar kontrukvisme diterapkan dalam pondok pesantren bias juga .yaitu dimana seorang guru membentuk sebuah system belajar dengan membentuk kelompok belajar kecil untuk bermusyawarah atau berdiskusi. Jadi teori kontrukvisme juga diterapkan di pondok pesantren namun teori tsb diterapkan sesuai dengan kemauan system kegiatan belajar di pondok pesantren .

2.      Bagaimana cara membuat anak untuk dapat aktif dalam belajar Dalam kelas ?
Jawaban :
Yaitu bisa dengan cara membentuk kelompok kecil dalam belajar , hal tersebut dapat menumbuhkan keaktifan belajar seorang siswa karena belajar bersama dengan teman sebaya akan bisa memberikan kebebasan bagi seorang murid untuk mengeluarkan segala pendapat dan pengetahuannya tanpa ada rasa malu yang mengganjal karena mereka belajar dengan teman sebaya, mungkin guru juga menyiapkan metode permainan dalam kegiatan belajar mengajar .dan menyiapkan reward dalam permainan itu untuk menarik keaktifan siswa.
3.      Bagaimna cara menanggapi pemikiran seorang wali murid tentang teori kontrukvisme itu merugikan mereka dengan alas an mereka sudah membayar mahal2 biaya sekolah anaknya namun dalam pembelajaran kontrukvisme itu mereka berfikir bahwa seorang guru hanyaenak-enakan saja sedangkan siswanya bekerja keras . karena teori kontrukvisme lebih menekankan keaktifan seorang siswa ?
Jawaban :
Jadi sebelum proses belajar mengajar dilaksanakan Sebelumnya kita sosialisasikan kepada wali murid tentang teori kontrukvisme yang lenih menekankan murid bukan berarti seorang guru hanya enak-enakan saja , dimana dalam teori kontrukvisme seorang guru itu berperan sebagai fasilitator dan moderator yang dimana seorang guru harus berfikir keras bagaimana cara guru untk bisa mengendalikan kelas , bisa membuat semua siswa aktif dalam belajar dan murid bisa belajar tanpa ada rasa beban yaitu dengan santai dan senang (kerasan dalam bahasa jawanya). Itu berarti seorang guru tidak enak2an dalam mengajar namun justru bekerja keras bagaimana agar peserta didiknya bisa aktif dalam belajar.

4.      Apa perbedaan teori kontrukvisme antara jean piaget dan vygotsky dari segi pendekatannya ?
Jawaban :
            Perbedaan antara jean peaget dalam pendekatan teori  kontrukvisme terletak pada seorang guru dan murid yaitu, jean piaget mengatakan bahwa murid mengkonstruksi pengetahuan dengan menstranformasikan, mengorganisasikan, mengorganisasikan pengetahuan dan informasi sebelumnya . dan seorang guru seharusnya memberikan dukungan bagi murid untuk mengeksplorasi dan mengembangkan pemahaman murid. Sedangkan menurut vygotsky mengatakan bahwa seorang murid mengkonsumsi pengetahuan melalui interaksi social dengan orang lain. Isi pengetahuan dari tersebut dipengaruhi oleh lingkungan dan kebiasaaan mereka . dan seorang guru harus banyak menciptakan kesempatan bagi murid untuk belajar dengn guru dan teman sebaya dalam mengkontruksi pengetahuan bersama.  




5.      Bagaimana cara untuk mendorong kemauan atau semangat belajar peserta didik ?
Jawaban :
Dengan cara memberikan motivasi atau dorongan dimana prilaku manusia yang berasal dari kekuatan mental umum, insting, dorongan, kebutuhan, proses kognitif, dan interaksi. Motivasi adalah faktor yang dapat, mendorong setiap individu untuk berprilaku. Motivasi muncul karena adanya daya tarik tertentu. Misalnya, nilai merupakan sesuatu yang dapat menjadi daya tarik seseorang (motivator) akan tetapi, untuk mendapatkan nilai yang baik itu misalnya belajar dengan giat, melaksanakan setiap tugas, merupakan hal yang tidak menarik. Oleh karena itu sering untuk mengejar daya tarik itu seseorang melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan, misalnya menyontek, menjiplak tugas dan sebagainya. Untuk menghindari hal tersebut diperlukan pengawasan yang memadai. Itulah sebabnya selain diperlukan paktor pendorong melalui hadiah juga diperlukan hukuman terutama apabila terjadi gejala-gejala prilaku yang tidak sesuai.  Di samping hal tersebut di atas motivasi juga bisa muncul karena pengalaman yang menyenangkan, misalnya pengalaman kesuksesan. Seseorang yang mengalami keberhasilan mencapai sukses seperti berhasil meraih angka tertinggi dari suatu tes, maka yang bersangkutan akan termotivasi untuk melakukan tindakan lebih bagus, ia akan lebih senang, gembira, dan merasa puas. Sebaliknya, seseorang yang gagal meraih sukses akan merasah sedih, malu, tidak mersa puas, yang pada gilirannya akan melemahkan motivasi mereka untuk bertindak lebih lanjut.

6.      Seberapa kuatkah Pandangan teori gestalt terhadap pembelajaran ?
Jawaban :
Pandangan teori gestalt terhadap proses pemebelajaran sangat kuat. Karena Teori kognitif dan gestalt lebih menekankan pada proses mental (proses pemikiran) yang melatar belakangi kegiatan atau aktivitas belajar. Sudut pandang ini didasarkan atas aliran strukturalisme dan aspek neurologi sebagai latar belakang pembentukan teorinya. Kedua teori ini menekankan pada proses sensasi dan persepsi yang melatar belakangi belajar.
Dalam pembelajaran yang melibatkan proses persepsi dan memori, individu membangun suatu proses konstruktif. Berpikir merupakan proses kognitif yang dilakukan untuk memecahkan suatu permasalahan. Teori belajar kognitif menjelaskan bahwa pemecahan masalah melibatkan tiga tahapan utama yang meliputi persiapan untuk menemukan solusi, memroduksi solusi dan melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.
Pemahaman atas proses kognitif dalam belajar serta unsur-unsur yang berpengaruh akan membuka suatu wawasan untuk mendapatkan keterampilan “belajar tentang proses berpikir” atau “berpikir mengenai proses belajar”. Kajian belajar kognitif akan makin meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan tentu saja wawasan dalam memandang suatu fenomena, menganalisis suatu masalah, juga meluaskan sudut padang dunia. Jadi, pandangan teori gestalt sangatlah kuat dalam proses pembelajaran. dan dapat disimpulkan pandangan psikologi gestalt bahwa seseorang memperoleh pengetahuan melalui sensasi atau informasi dengan melihat strukturnya secara menyeluruh kemudian menyusunnya kembali dalam struktur yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dipahami.

7.      faktor-faktor Apa saja yang menunjang psikologi kognitif sehingga banyak digunakan sampai saat ini ?
Jawaban :
Faktor-faktor yang menunjang peranan psikologis kognitif masih bertahan adalah terbatasnya penjelasan mengenai aktivitas manusia, adanya pandangan tentang individu sebagai manusia belajar yang aktif, sosial dan bersifat selalu ingin tahu, dan adanya pandangan bahwa perubahan tingkah laku merupakan interaksi orang dan situasi.

8.      Kesulitan apa saja yang dihadapi seorang pendidik pada saat proses belajar  mengajar  itu dimulai ?
Jawaban :
Beberapa ciri tingkah laku kesulitan belajar:  Menunjukkan hasil belajar yang rendah, Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan, Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar,  Menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, suka menentang, dusta, Menunjukkan tingkah laku yang berlainan, seperti suka membolos, tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR),   Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti perenung, rendah diri, sedih, menyesal, pemarah, mudah tersinggung, dan sebagainya.
Tiap siswa tentu memiliki keinginan supaya dalam belajar dapat berhasil sebaik-baiknya. Tidak ada yang mengharapkan kegagalan dalam belajar. Kegagalan akan menimbulkan kekecewaan, malas belajar, rendah diri atau bahkan mungkin dapat mempengaruhi jiwanya. Demikian juga harapan pendidik dan pengajar menghendaki siswanya berhasil belajar dengan baik tanpa mengalami hambatan.









BAB III
KESIMPULAN

            Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak. Menurut teori pembelajaran Gestalt pengertian pembelajaran adalah usaha guru memberikan materi pembelajaran sedimikian rupa, sehingga siswa lebih mudah mengorganisasikannya menjadi suatu yang bermakna. Bantuan guru diperlukan untuk mengaktualkan potensi mengorganisis yang terdapat pada diri siswa. Belajar, menurut Gestaltis adalah fenomena kognitif. Organisme “mulai melihat” solusi setelah memikirkan problem. Pembelajaran memikirkan semua unsur yang dibutuhkan untuk memecahkan problem dan menempatkannya bersama (secara kognitif) dalam satu cara dan kemudian ke cara-cara lainnya sampai problem terpecahkan. Ketika solusi muncul, organisme mendapatkan wawasan (insight) tentang solusi problem. Problem dapat eksis hanya dalam dua keadaan : terpecahkan atau tak terpecahkan. Tidak ada keadaan solusi parsial di antara dua keadaan itu.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Dalam wawasan ini, sebenarnya siswalah yang mempunyai peranan penting dalam belajar, sedangkan guru secara fleksibel menempatkan diri sebagaimana diperlukan oleh siswa dalam proses memahami dunianya.
                              



























DAFTAR PUSTAKA

Ø  Prof. Dr. Suyono, M.pd., Drs. Hariyanto, M.S., Belajar Dan Pembelajaran. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 73
Ø  DR. C. Asri Budiningsih, Belajar Dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), hlm. 34
Ø  Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi Teori dan Aplikasi, (Bandung: Pakar Raya, 2004), h. 53.
Ø   Ibid. hlm. 83-85
Ø  Sukardjo & Ukim Komaruddin, Landasan Pendidikan; Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 55-56.
Ø  Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Ar – Ruzz Media
Ø  Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori – Teori Belajar. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan



[1] Prof. Dr. Suyono, M.pd., Drs. Hariyanto, M.S., Belajar Dan Pembelajaran. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 73
[2] DR. C. Asri Budiningsih, Belajar Dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 2012), hlm. 34
[3] Ibid. hlm. 35
[4] Prof. Dr. Suyono, M.pd., Drs. Hariyanto, M.S., Belajar Dan Pembelajaran. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 83
[5] Ibid. hlm. 83-85
[6] Ibid. hlm. 89
[8] Prof. Dr. Suyono, M.pd., Drs. Hariyanto, M.S., Belajar Dan Pembelajaran. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 79-80
[9] Ibid
[10] Ibid. hlm. 105 – 106
[11] Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi Teori dan Aplikasi, (Bandung: Pakar Raya, 2004), h. 53.
[12] Prof. Dr. Suyono, M.pd., Drs. Hariyanto, M.S., Belajar Dan Pembelajaran. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 106
[13] Sukardjo & Ukim Komaruddin, Landasan Pendidikan; Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 55-56.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda